An article that was sent to my mail box today. Sent by my SIL, Shina. The original source of this article is unknown. I thought it is worth sharing ....
Susahnya menjaga hati. Sedangkan ia adalah tempat pandangan Allah swt. Ia merupakan wadah rebutan di antara malaikat dan syaitan. Masing-masing ingin mengisi. Malaikat dengan hidayah, syaitan dengan kekufuran. Bila tiada hidayah, ada ilmu pun tidak menjamin dapat selamat, sekalipun ilmu diperlukan. Susahnya menjaga hati. Bila dipuji, ia berbunga. Terasa luar biasa. Bila dicaci, aduh, sakitnya. Pencaci dibenci. Bahkan berdendam sampai mati. Bila berilmu atau kaya, sombong mengisi dada. Jika miskin atau kurang ilmu, rendah diri pula dengan manusia. Adakalanya kecewa. Kemuncaknya putus asa. Pada takdir yang menimpa, kita susah untuk redha. Ujian yang datang, sabar tiada. Jiwa menderita. Melihat kelebihan orang lain, hati tersiksa. Kesusahan orang lain, hati menghina. Bahkan terhibur pula. Suka menegur orang, tapi bila ditegur hati luka. Aduh, susahnya menjaga hati. Patutlah ia dikatakan raja diri. Bukankah sifat sombong pakaian Raja?! Bukan mudah menahan marah apabila orang marah kepada kita atau orang membuat kesalahan kepada kita. Bukan mudah tidak membalas terhadap orang yang menganiaya dan memfitnah kita. Sedangkan mereka menyusahkan kita, dan kita pun menderita dibuatnya. Tidak mudah menahan perasaan hati agar tidak berbunga ketika ada orang memuji kita. Apakah kita boleh menolak pujian itu dengan rasa hati bahawa kita tidak layak menerimanya? Tidak mudah, biasanya hati sedap dan berbunga rasanya. Apabila kita berhadapan dengan orang serba istimewa, ada yang kaya, berjawatan tinggi, tinggi ilmunya sedangkan kita orang biasa saja, biasanya kita inferiority complex dibuatnya, malu pun timbul. Dapatkah kita merasa biasa saja, tidak terasa apa-apa? Tidak mungkin, bukan? Hati tetap akan terasa. Apakah mudah hati kita menahan derita bila mendapat bala bencana? Tidak mudah, biasanya hati kita derita dibuatnya. Kita rasa kecewa, kita rasa kitalah orang yang malang hidup di dunia. Kita tidak dapat hubungkaitkan bala bencana dengan hikmah dan didikan Tuhan kepada kita. Bahkan biasanya selalu saja jahat sangka dengan Tuhan yang melakukannya. Hati kita rasa bahawa tidak semestinya Tuhan menyusahkan kita. Begitu jugalah kalau kita orang istimewa, berilmu, berjawatan tinggi, kaya! Biasanya rasa megah datang tiba-tiba, sombong pun berbunga, mulailah kita menghina. Hidup kita pun mulailah berubah, sebelumnya beragama, boleh lupa agama. Kalau dahulu dapat bergaul dengan orang biasa, sekarang kawan kita golongan atasan sahaja . Hendak bergaul dengan orang biasa seperti dahulu rasanya jatuh wibawa. Begitulah hati manusia sentiasa berubah-ubah apabila berubah keadaan. Susahnya menjaga hati. Namun itu cuma soal hati, mainan hati, mainan perasaan. Yang penting kita dengan Tuhan ada hubungan senantiasa, takut dan cinta. Bila hati terasa bahagia dengan Tuhan, rasa senang dengan-Nya, yang lain-lain tidak ada arti apa-apa.Karena itulah kita disuruh berdoa: “Ya Allah tetapkanlah hati kami di atas agama-Mu, dan mentaati-Mu.”
Susahnya menjaga hati. Sedangkan ia adalah tempat pandangan Allah swt. Ia merupakan wadah rebutan di antara malaikat dan syaitan. Masing-masing ingin mengisi. Malaikat dengan hidayah, syaitan dengan kekufuran. Bila tiada hidayah, ada ilmu pun tidak menjamin dapat selamat, sekalipun ilmu diperlukan. Susahnya menjaga hati. Bila dipuji, ia berbunga. Terasa luar biasa. Bila dicaci, aduh, sakitnya. Pencaci dibenci. Bahkan berdendam sampai mati. Bila berilmu atau kaya, sombong mengisi dada. Jika miskin atau kurang ilmu, rendah diri pula dengan manusia. Adakalanya kecewa. Kemuncaknya putus asa. Pada takdir yang menimpa, kita susah untuk redha. Ujian yang datang, sabar tiada. Jiwa menderita. Melihat kelebihan orang lain, hati tersiksa. Kesusahan orang lain, hati menghina. Bahkan terhibur pula. Suka menegur orang, tapi bila ditegur hati luka. Aduh, susahnya menjaga hati. Patutlah ia dikatakan raja diri. Bukankah sifat sombong pakaian Raja?! Bukan mudah menahan marah apabila orang marah kepada kita atau orang membuat kesalahan kepada kita. Bukan mudah tidak membalas terhadap orang yang menganiaya dan memfitnah kita. Sedangkan mereka menyusahkan kita, dan kita pun menderita dibuatnya. Tidak mudah menahan perasaan hati agar tidak berbunga ketika ada orang memuji kita. Apakah kita boleh menolak pujian itu dengan rasa hati bahawa kita tidak layak menerimanya? Tidak mudah, biasanya hati sedap dan berbunga rasanya. Apabila kita berhadapan dengan orang serba istimewa, ada yang kaya, berjawatan tinggi, tinggi ilmunya sedangkan kita orang biasa saja, biasanya kita inferiority complex dibuatnya, malu pun timbul. Dapatkah kita merasa biasa saja, tidak terasa apa-apa? Tidak mungkin, bukan? Hati tetap akan terasa. Apakah mudah hati kita menahan derita bila mendapat bala bencana? Tidak mudah, biasanya hati kita derita dibuatnya. Kita rasa kecewa, kita rasa kitalah orang yang malang hidup di dunia. Kita tidak dapat hubungkaitkan bala bencana dengan hikmah dan didikan Tuhan kepada kita. Bahkan biasanya selalu saja jahat sangka dengan Tuhan yang melakukannya. Hati kita rasa bahawa tidak semestinya Tuhan menyusahkan kita. Begitu jugalah kalau kita orang istimewa, berilmu, berjawatan tinggi, kaya! Biasanya rasa megah datang tiba-tiba, sombong pun berbunga, mulailah kita menghina. Hidup kita pun mulailah berubah, sebelumnya beragama, boleh lupa agama. Kalau dahulu dapat bergaul dengan orang biasa, sekarang kawan kita golongan atasan sahaja . Hendak bergaul dengan orang biasa seperti dahulu rasanya jatuh wibawa. Begitulah hati manusia sentiasa berubah-ubah apabila berubah keadaan. Susahnya menjaga hati. Namun itu cuma soal hati, mainan hati, mainan perasaan. Yang penting kita dengan Tuhan ada hubungan senantiasa, takut dan cinta. Bila hati terasa bahagia dengan Tuhan, rasa senang dengan-Nya, yang lain-lain tidak ada arti apa-apa.Karena itulah kita disuruh berdoa: “Ya Allah tetapkanlah hati kami di atas agama-Mu, dan mentaati-Mu.”
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ "Allah tidak menganiayai mereka, akan tetapi merekalah yang menganiayai diri mereka sendiri."
{Surah Ali Imran : 117}